
Vonis
positif terkena penyakit maut HIV-AIDS sungguh tidak pernah dibayangkan
Bethari Drupadi. Angka penanda virus-CD4-hanya 69; padahal kadar normal
minimal 1.500. Namun terserang penyakit yang menggerogoti sistem
kekebalan tubuh dan biasanya menimbulkan beragam infeksi lain seperti
tuberkulosis, hepatitis, atau terjangkit tumor itu, Bethari Drupadi –
nama samaran – mencoba sangat tenang.
“Kalau sebelumnya saya melakukan seks bebas, saya menyesal. Saya kan
hanya ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak di rumah,” kata Bethari
Drupadi sebagaimana ditulis trubus-online.co.id.
Bercokolnya HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus-Acquired
Immunodeficiency Syndrome) diduga bermula pada awal Januari 2011, saat
Drupadi mengunjungi kerabatnya di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Di
pedalaman Papua itu ia menggigil karena terserang malaria sebagaimana
diagnosis dokter di sebuah Pusat Kesehatan Masyarakat.
Kulit manggis
Untuk mengatasi malaria, Drupadi menjalani opname selama sepekan di
Mimika. Ketika itulah ia mendapat suntikan antiplasmodium. Setelah
kondisi membaik, perempuan 40 tahun itu pulang ke Jakarta. Namun,
beberapa hari kemudian ia kembali menggigil. Itulah sebabnya ia bergegas
memeriksakan diri ke dokter pada 31 Januari 2011. Tiga kali hasil tes
membuktikan bahwa ia positif HIV-AIDS dengan CD4 hanya 69.
Dokter memberikan dua jenis tablet antiretroviral untuk mengatasi
virus anggota famili Retroviridae itu. Namun, Drupadi enggan mengonsumsi
tablet itu. “Pokoknya herbal,” kata Drupadi. Alasannya herbal lebih
aman terhadap organ tubuh.
Menurut Franklin Leyder yang 18 tahun terakhir menangani penderita
HIV-AIDS, antiretoiviral mengganggu organ lain seperti ginjal. Selain
itu, pasien HIV-AIDS yang mengonsumsi antiretroviral paling pol hanya
bertahan hidup 3 tahun.
Untuk mencari herbal anti-HIV/AIDS, Drupadi berselancar di dunia maya
hingga dini hari, pukul 03.00. Ketika itulah ia menemukan informasi
bahwa kulit manggis mujarab mengatasi HIV-AIDS. Drupadi girang bukan
main. “Saya seperti mendapat durian runtuh,” katanya dengan kedua bola
mata berbinar. Setelah tidur sejenak, pagi itu ia memacu motor ke
Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, untuk membeli buah manggis.
Harap mafhum di sekitar rumahnya, ia tak mendapati penjual buah
Garcinia mangostana. Drupadi membeli total 15 ikat buah anggota famili
Clusiaceae itu. “Kebetulan anak saya suka manggis,” kata ibu dua anak
yang beranjak dewasa itu. Ia menjemur kulit queen of fruit alias ratu
buah hingga kering, lalu merebus kulit dua buah manggis dalam dua gelas
air hingga mendidih, dan tersisa segelas. Air rebusan itu yang ia minum
tiga kali sehari. Rasanya agak sepat.
Antioksidan tinggi

Selama
lima bulan hingga Juni 2011, ia rutin mengonsumsi rebusan kulit buah
anggota famili Clusiaceae itu. Namun, karena menganggap tak praktis, ia
beralih ke olahan kulit manggis siap konsumsi yang kini banyak beredar
di pasaran. Pada 12 Agustus 2011, ia memeriksakan diri ke dokter dan CD4
membubung hingga 800. Hanya dalam tiga bulan, CD4 Drupadi melambung.
“Dalam kamus kedokteran, belum ada lonjakan CD4 sesignifikan itu. Paling
hanya 100,” kata Franklin.
Drupadi berencana memeriksakan kadar CD4 pada awal Oktober 2011.
Pengalaman Franklin mendampingi para pasien HIV-AIDS yang mengonsumsi
jus kulit manggis, kadar CD4 mencapai 1.500 dalam 6-8 bulan; Drupadi
baru 5 bulan rutin minum rebusan kulit manggis dan jus. Syaratnya pasien
menghindari stres dan mencegah konsumsi daging, susu formula, dan
goreng-gorengan.
Duduk perkara kulit manggis tokcer menghambat HIV-AIDS itu terungkap
secara ilmiah. Jurnal ilmiah Planta Med pada 1996 mengungkapkan ekstrak
etanol kulit manggis berpotensi mencegah aktivitas HIV-1. Senyawa yang
berperan terutama mangostin dan gammamangostin. Periset di Institut Obat
Traditional, Muhimbili University, Tanzania, Joseph J. Magadula,
meneliti 9 spesies kerabat manggis bergenus Garcinia. Setelah meriset
secara ilmiah, Magadula menyimpulkan kulit buah Garcinia semseii
mempunyai daya hambat terbesar melawan HIV dengan nilai IC50 hanya 5,7
µg/ml.
IC50 inhibition consentration alias konsentrasi penghambatan sediaan
atau ekstraksi herbal terhadap virus uji, dalam hal ini HIV. Untuk
menghambat separuh virus uji, hanya perlu 5,7 µg/ml ekstrak Garcinia
semseii. Semakin kecil dosis, berarti kian kuat esktrak dalam menghambat
virus. (lihat ilustrasi).
Menurut dokter dan herbalis di Tangerang Selatan, dr Paulus Wahyudi
Halim, kulit manggis mengandung antioksidan tinggi. Hasil penelitian
dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Dr Agung Endro Nugroho
Msi Apt, senyawa antioksidan dalam kulit manggis adalah alfa mangostin
dan gammamangostin. Berkat antioksidan itu, kekebalan tubuh pun
meningkat. “Masalah virus coba dikendalikan oleh sistem kekebalan
tubuh,” kata Paulus, Ketika ratu bertitah, maka virus maut itu pun
enyah.
Lawan kencing manis
Pada lain cerita, mengharap kadar gula darah turun, Jajat Darojat
malah muntah dan diare setelah minum segelas jus kulit manggis. Jajat
Darojat di Bandung, Jawa Barat, minum jus kulit manggis atas saran
seorang rekan untuk mengatasi diabetes mellitus. Mula-mula ia ke pasar
dan membeli manggis, menyisihkan daging buah, dan memblender kulit dalam
segelas air matang. Ternyata kulit manggis itu berbusa dan mengembang
seperti minuman soda. Pria 54 tahun itu menambahkan segelas air lagi.
Air itulah yang ia minum tanpa menyaring dahulu. Usai minum, Jajat
merasa kembung dan begah. Dua jam berselang ia muntah dan diare.
Semalaman ia 8 kali bolak-balik ke peturasan. Menurut Lukas Tersono Adi,
herbalis di Bintaro, Kotamadya Tangerang Selatan, Provinsi Banten,
kulit manggis yang mengembang seperti minuman soda, karena kandungan
saponin di dalamnya.
Riset Ngamsaeng dan Wanapat dari Khon Kaen University, Thailand,
kulit manggis memang mengandung tanin dan saponin kental. “Saponin
memiliki efek menyamak. Konsumsi saponin menutup pori-pori sel usus,”
ujar Lukas. Akibatnya usus kejang dan memicu muntah hingga diare.
Herbalis alumnus Universitas Diponegoro itu menduga saponin terutama
terdapat dalam kulit luar manggis yang keras. Oleh karena itu, Lukas
menyarankan untuk mengupas kulit luarnya dahulu.
Herbalis yang meresepkan kulit manggis sejak 11 tahun silam itu juga
menyarankan menggabungkan kulit dengan buah dan biji jika ingin membuat
jus. Alasannya, dalam satu buah biasanya terdapat penawar dari efek
samping bagian buah lain. Selain itu, pencampuran itu dapat
menghilangkan rasa sepat kulit manggis.
Cara lain mengolah kulit manggis dengan mengukus sebagaimana hasil
penelitian Asep W Permana, periset di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, Jawa Barat. Rendam potongan
kulit manggis dengan air selama 1 jam, cuci bersih, dan kukus selama 3-5
menit. Tujuannya untuk menghilangkan getah yang terkandung di dalamnya.
Setelah itu barulah memblender kulit manggis dan endapkan sebelum
mengonsumsi.
Pilihan lain yang praktis adalah menyeduh kulit buah anggota famili
Clusiaceae itu dengan air yang baru mendidih, mirip membuat teh atau
kopi. Namun, berdasarkan penelitian Rosita Melannisa MSi Apt dan tim
dari Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, senyawa aktif
dalam kulit manggis yaitu xanthone tidak dapat terekstrak optimal jika
menggunakan pelarut air. ”Kadar alfa-mangostin yang terekstrak relatif
kecil, kurang dari 1%,” ujar Rosita.
Serbuk dan ekstrak

Ahli
farmakologi dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Prof Dr
Elin Yulinah Sukandar Apt, menyarankan pengolahan kulit manggis dalam
bentuk serbuk dan konsumsi beserta ampas. Alasannya, ”Jika kulit
direbus, hanya senyawa larut air yang dapat terekstrak. Namun, jika
konsumsi beserta ampasnya, yang larut dalam lemak pun dapat diserap
tubuh,” ujar Elin.
Untuk membuat serbuk, Elin memotong kulit manggis menjadi cacahan
berukuran sekitar 4 cm. Kelahiran 60 tahun silam itu lantas menjemur
cacahan kulit selama 2-3 hari hingga kering. Menurut Sinse M Yusuf di
Sukabumi, Jawa Barat, selain membuat awet, pengeringan juga berfungsi
menghilangkan cairan dan getah pada kulit manggis penyebab pahit. Elin
lantas menghancurkan kulit kering dengan gilingan cabai menjadi serbuk.
Untuk konsumsi, ia menyeduh 20 g serbuk dengan 240 ml air matang.
Seduhan dikonsumsi beserta ampasnya.
Menurut Dr Agung Endro Nugroho MSi Apt, dosen dan peneliti di
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, senyawa xanthone yang berkhasiat dalam kulit manggis antara
lain alfamangostin, gammamangostin, dan garcinon-E yang bersifat
semipolar dan paling efektif diekstrak dengan pelarut etanol.
Penelitian Nidia E Pebriyanti dari Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, membuktikan mengolah kulit manggis menjadi
sirop juga memungkinkan. Kandungan xanthone dalam sirop olahannya
mencapai 46,49 mg/100 ml.
Nidia mencampurkan ekstrak kulit manggis dengan ekstrak rosela
sebagai pewarna alami dan madu (pemanis alami). Perbandingan ketiga
bahan itu 5 : 1 : 4. Namun, menurut Lukas bagi sebagian orang,
pencampuran kulit manggis dengan madu menimbulkan alergi.
Jus Manggis ala Lukas
- Ambil 1 buah manggis matang
- Kupas kulit bagian luar yang keras
- Potong-potong seluruh bagian hingga menjadi kecil
- Masukkan potongan kulit, buah, dan biji manggis ke dalam blender bersama 150 cc air.
- Saring jus manggis
- Endapkan sekitar 5 menit, buang busa di permukaan dan hindari mengonsumsi endapan
Lebih jos yang muda
Di bagian atau dalam kondisi seperti apa bagian dari buah manggis yang paling bagus?
GJ Kartika dari Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, mengamati, di sentra penanaman manggis di
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, tingkat kejadian bunga
menjadi buah-fruitset-mencapai 91,14%. Namun, kebanyakan buah pentil
kemudian gugur hingga 41,05%.
Buah-buah muda berkulit hijau muda segar itu dibiarkan berserak di
kebun. Paling banter dikumpulkan dan dipendam sebagai sumber hara
organik, bersama buah-buah hasil panen tapi tak lolos sortir untuk pasar
ekspor. Padahal riset Dr Ani Kurniawati menunjukkan buah-buah muda itu
justru kaya xanthone.
Dalam riset sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor
pada Program Studi Agronomi, Faperta, IPB, itu terbukti xanthone pada
kulit manggis sudah terbentuk sejak buah berumur satu bulan setelah
bunga mekar (BSA). Pada umur satu BSA kadar xanthone sebesar 14,67 mg/g.
Selanjutnya hingga umur empat BSA-saat buah dipanen-kandungan xanthone
relatif sama.
Kadar xanthone justru meningkat hingga 4 minggu buah disimpan. Ani
menduga peningkatan itu terkait perubahan kimiawi dalam buah terkait
proses respirasi. Xanthone berperan sebagai antioksidan yang bertugas
mengimbangi peningkatan radikal bebas karena adanya respirasi pada masa
penyimpanan buah. Berbagai kualitas fisik buah (besar, kecil, mulus,
bergetah, burik) tidak mempengaruhi kadar xanthone hasil ekstraksi kulit
manggis kering.
“Itu berita baik karena buah dengan kualitas buruk sekalipun masih
dapat dimanfaatkan,” tutur dosen mata kuliah Tanaman Obat, Departemen
Agronomi dan Hortikultura IPB itu kepada Tri Istianingsih, wartawan
Trubus.
Riset itu juga mengungkap kandungan xanthone pada kulit manggis dari
lima sentra di tanah air: Wanayasa (Purwakarta), Watulimo (Trenggalek),
Kaligesing (Purworejo), Puspahiang (Tasikmalaya), dan Leuwiliang (Bogor)
relatif sama. Aktivitas antioksidan tertinggi sebagai penangkap radikal
bebas tercatat pada manggis dari Leuwiliang, Wanayasa, dan Kaligesing
diikuti Puspahiang dan Watulimo.
Itu tergambar dari angka IC50, yaitu konsentrasi ekstrak yang
menghasilkan 50% penghambatan berturut-turut sebesar 11,85 ppm, 12,21
ppm, 13,70 ppm, 14,61 ppm, dan 21,78 ppm dengan pengukuran menggunakan
metode radical scavenging. Metode itu mengukur kapasitas ekstrak kulit
manggis terhadap penangkapan radikal bebas 2,2-difinil-1-pikrilhidasil
(DPPH). Semakin kecil angka IC50 semakin baik. Pembanding pada uji ini
adalah standar senyawa antiokasidam alfa-tokoferol sebesar 10,43 ppm.
Kemampuan menangkap radikal bebas pada buah muda lebih tinggi ketimbang
buah tua yaitu 6,31 ppm pada satu BSA dan 6,79 ppm (dua BSA).
Dua keluarga
Xanthone merupakan kelompok senyawa bersifat antioksidan,
antibakteri, antifungi, antialergi, antitumor, antihistamin, dan
antiinflamasi. Antioksidan membantu mengenyahkan radikal bebas,
menghambat penuaan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengontrol
penyakit degeneratif seperti arthritis, sebagai terapi untuk penyakit
kardiovaskular semisal hipertensi, penyakit jantung iskemik, dan
atherosklerosis alias penyumbatan dalam pembuluh darah. Harap mafhum
dengan struktur cincin 6 karbon dan kerangka karbon rangkap, xanthone
sangat stabil dan serbaguna.
Bioflavonoid itu diduga merupakan komponen mekanisme pertahanan
tanaman seperti dibuktikan riset pada kultur sel tanaman st john’s wort
Hypericum perforatum. Pada riset yang dilaporkan oleh LFR Conceicao dan
rekan pada 2006 itu, kandungan xanthone st john’s wort meningkat 12 kali
ketika sel diberi perlakuan methyl-jasmonate (MeJ) atau asam salisilat
(SA). MeJ senyawa yang mampu menginduksi tanaman menghasilkan berbagai
jenis bahan kimia pertahanan tubuh.
Berbagai studi menunjukkan di alam xanthone hanya ditemukan pada dua
famili: Clusiaceae dan Gentianaceae. Sebagai contoh senyawa
1,7-dihidroksixanthone, 1,3,6,7-tetrahidroksixanthone, dan
1,3,5,6-tetrahidroksixanthone yang diisolasi dari kulit batang gajah
kandis Garcinia griffithii, serta 1,2,5,8-tetrahidroksixanthon yang
ditemukan pada akar Swertia chirata alias gentian chirata, tanaman
herbal endemik Himalaya.
Dari 200-an xanthone yang diisolasi dari alam, sebanyak 40-50 jenis
ditemukan pada manggis Garcinia mangostana. Senyawa itu terdapat pada
kulit buah dan biji, kulit batang, daun, serta sebagian kecil di daging
buah manggis. Periset di Departemen Kimia, National University of
Singapore, mengisolasi senyawa mangoxanthone, xanthones dulxanthones D,
1,3,7-trihidroksi-2-meth-oksixanthone, 1,3,5-trihidroksi-13,
13-dimetil-2H-pyran [7,6-b], dan xanthone-9-one pada inti batang pohon
manggis.
“Pemanfaatan kulit manggis untuk produksi xanthone lebih didorong
karena ketersediaannya melimpah dan selama ini terbuang,” tutur Prof Dr
Roedhy Purwanto, periset di Pusat Kajian Buah Tropika IPB.
Roedhy yang juga ketua komisi pembimbing pada riset Ani Kurniawati
menyebut sebanyak 30-40% produksi manggis tanahair tidak lolos pasar
ekspor maupun lokal. Dari setiap buah sebanyak 70% berupa kulit. Di
antara jenis xanthone pada manggis, yang digadang-gadang paling
bermanfaat adalah alfa mangostin dan gamma mangostin.
Kandungan beragam senyawa bermanfaat membuat berbagai bagian tanaman
manggis dimanfaatkan sebagai herbal sejak lama. Dalam ilmu pengobatan
tradisional China, kulit buah yang namanya diambil dari nama penjelajah
Perancis Laurent Garcin itu dibuat menjadi salep untuk mengobati eksem.
Masyarakat Filipina merebus daun dan kulit batang sebagai obat
penurun panas, diare, disentri, dan sulit berkemih. Bukti ilmiah kini
mengerucut pada khasiat xanthone di kulit buah untuk mengatasi beragam
penyakit maut seperti jantung, kanker, diabetes, dan HIV/AIDS. Herbalis
di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Valentina Indrajati menyarankan pasien
tumor dan kanker untuk mengonsumsi seduhan kulit manggis sebagai sumber
antioksidan.
Dari briket jadi obat
Dengan penemuan atas manfaat dan khasiat buah manggis, saat ini para
pekebun manggis di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, yang semula
mengumpulkan kulit manggis terbuang untuk diolah menjadi briket, kini
mereka berpeluang mengolahnya menjadi sediaan herbal kaya antioksidan.
Setiap tahun Kabupaten Purwakarta mencakup Kecamatan Wanayasa,
Bojong, dan Kiarapedes menghasilkan 6.000 ton buah manggis. Dari jumlah
itu hanya 35% manggis lolos seleksi ekspor. Di Leuwiliang, Kabupaten
Bogor, setali tiga uang, jumlah buah layak ekspor hanya 40%. “Itu sudah
lebih tinggi ketimbang sebelum 1990-an. Waktu itu jumlah yang lolos
ekspor dari Leuwiliang hanya 5%,” kata Prof Dr Roedhy Purwanto dari
Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor.
Menurut Ade Sugema, salah seorang pekebun di Wanayasa, buah yang
tidak lolos ekspor dijual ke pasar lokal atau diolah menjadi dodol atau
jus. Kulit buah sisa pengolahan, “Ya dibuang atau kadang dibuat briket,”
katanya. Ade sebenarnya paham, kulit manggis merupakan bahan baku
fitofarmaka. Sayang, di sekitar Purwakarta belum ada perusahaan bersedia
menampung.
Riset pendukung
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan produksi manggis nasional pada
2010 sebanyak 84.000 ton. Jika sebanyak 60% buah ditolak pasar dunia
berarti terdapat 50.400 ton manggis potensial dimanfaatkan sebagai bahan
penghasil xanthone. Musababnya banyak riset membuktikan keandalan
xanthone. Riset terbaru Osaka Health Science University dan Osaka
Medical College di Osaka, Gifu Pharmaceutical University di Gifu, dan
Universitas Kyoto di Kyoto membuktikan secara in vivo keandalan
alfamangostin-senyawa turunan xanthone-menghambat pertumbuhan tumor dan
metastasis pada kanker rahim.
Masa-Aki Shibata dan 6 rekannya melakukan uji pemberian 3 dosis
alfamangostin; 0 (kontrol), 10 mg, dan 20 mg per kg bobot badan per hari
selama 6 minggu. Di akhir eksperimen, volume kanker pada tikus kontrol
mencapai 993 mm3. Sedangkan pada tikus yang diberi dosis 10 mg
alfamangostin, volume kanker 785 mm3; dosis 20 mg, volumenya 744 mm3.
Selain itu, terlihat adanya penurunan persentase metastasis sebanyak 10%
dibandingkan tikus kontrol. Hasil penelusuran Trubus terdapat ratusan
riset lain di empat benua di dunia.
(sumber:
Om Kicau : proclaro : ace maxs surabaya : trubus-onlie.co.id).
Semoga bermanfaat…